Lompat ke konten

5 Tips Mendampingi dan Mengasuh Anak dengan Epilepsi

Teman-teman, apa yang dibayangkan bila membaca dan mendengar kata epilepsi? Mungkin yang terbayang, anak dengan epilepsi itu kejang-kejang, kelojotan, atau matanya terbalik. Ada juga yang menganggap itu adalah penyakit, cacat bawaan, bahkan mengira kerasukan. Duh, bukanlah kalau ke hal-hal gaib. Apa yang harus kita lakukan bila kita mempunyai anak dengan epilepsi?

Kejang Demam atau Kejang Tanpa Demam?

Kita cari tahu dulu ya epilepsi itu apa? Sama tidak dengan kejang demam (step)? Mungkin di antara teman narablog, ada putra-putrinya yang bila demam tinggi mempunyai kecenderungan kejang. Itu namanya kejang demam atau step.

Ada yang sangat sensitif, demamnya belum tinggi, baru sekitar 380 C  sudah kejang. Biasanya memang ada riwayat keluarga bagi anak-anak yang sensitif terhadap demam dan berlanjut dengan kejang demam.

Kala Bara pertama kali kejang demam, dokter jaga di ruang gawat darurat sebuah rumah sakit langsung menanyakan, siapa di dalam keluarga yang pernah kejang demam. Saya menjawab, anak pertama saya dan adik saya.

Dokter selalu mengatakan bahwa anak yang rentan step, biasanya hilang sendiri sesudah usia 5 tahun.

Apa itu Epilepsi

Epilepsi bisa dikategorikan sebagai kejang tanpa demam. Jadi tidak ada gejala sebelumnya, bahkan tidak nampak sakit sebelumnya, tiba-tiba terjadi serangan kejang tersebut. Dalam bahasa awam, epilepsi sering disebut ayan. Tentu saja seorang anak dinyatakan ADE (anak dengan epilepsi) harus melalui serangkaian tes terlebih dahulu. Itupun seringkali dari hasil tes tidak terlalu spesifik, apakah anak tersebut anak dengan epilepsi atau tidak.

Walaupun demikian kabar gembiranya adalah, anak dengan epilepsi dapat disembuhkan.

Asalkan … Lhah, asalkan apa? Apakah ada tesnya?

Serangkaian Tes pada Anak dengan Epilepsi

Sebelumnya saya mau cerita terlebih dahulu, apa yang harus kami tempuh setelah Bara ternyata beberapa kali kejang tanpa demam. Kekhawatiran kami adalah, karena jarak kejangnya cukup dekat, kira-kira hanya seminggu hingga sepuluh hari. Surprisenya lagi dan cukup membuat bingung adalah, setelah kejang, keesokan harinya seolah tak terjadi apa-apa, Bara ceria saja.

Untuk mencari tahu lebih lanjut, dokter yang merawat di rumah sakit pun merujuk supaya dilakukan serangkaian tes.

Tes EEG

Kejang, baik itu kejang demam maupun kejang tanpa demam, keduanya berkaitan dengan gangguan listrik pada sistem syaraf otak yang tak terkendali.

Tes EEG (electroencephalogram) adalah salah satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas kelistrikan otak untuk mendeteksi adanya gangguan di otak. Tindakan ini menggunakan sensor khusus yaitu elektroda yang dipasang di kepala dan dihubungkan melalui kabel menuju komputer.

Biasanya pasien harus ditidurkan, untuk anak kecil biasanya diberi obat terlebih dahulu supaya tertidur. Durasinya tesnya tidak lama, sekitar 30 menit. Dari hasil tes biasanya ada penjelasan, tindakan selanjutnya pada pasien.

Sejak diketahui kejang tanpa demam, Bara telah menjalani tes EEG sebanyak 2 kali. Sebetulnya dua-duanya menunjukkan normal saja. Dokterpun ragu, untuk menegakkan bahwa Bara anak dengan epilepsi.

Oke. Kami tenang.

Tes MRI

Tes MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau pencitraan resonansi magnetik adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. Pada tes MRI, bagian tubuh yang akan dipindai ditempatkan pada sebuah mesin dengan medan magnet kuat. Gambar-gambar yang dihasilkan berupa foto digital yang dapat disimpan dan dicetak di film seperti hasil rontgen, kemudian dipelajari oleh dokter.

Teman-teman kalau sering menonton film the Good Doctor, the New Amsterdam, atau film lain tentang dokter dan rumah sakit, pasti tahulah alat MRI. Alat ini seperti tabung silinder yang cukup untuk seseorang berbaring di dalamnya untuk dipindai. Durasi pemindaiannya pun sekitar 30 menit.

Singkat cerita, hasil MRI Bara pun tidak menunjukkan kelainan. Tidak puas, kami pun membawanya ke dokter lain untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci. Sayangnya saya tidak terlalu ingat lembar demi lembar yang dijelaskan, karena lebih concern, apa yang harus kami lakukan dikemudian hari.

5 Tips Mendampingi dan Mengasuh Anak dengan Epilepsi

Walaupun Bara tidak dinyatakan sebagai anak dengan epilepsi, ternyata terapi dan tatalaksana pengasuhannya mirip. Mungkin karena gejalanya yang mirip.

Kenali tanda-tandanya

Waktu kami konsultasi tentang kondisi Bara, Dr. Dewi Hawani Alisyahbana, DSA menanyakan kondisi Bara kejang. Apakah kaku, lemas, atau bengong?

Ternyata ada beberapa tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seorang anak kejang (seizure). Berikut tanda-tandanya:

  • Menatap ke langit-langit atau ke satu titik
  • Mata berkedip-kedip
  • Kehilangan kesadaran secara mendadak
  • Tubuh kaku dan gemetar
  • Menggigit lidah
  • Otot punggung, lengan, dan kaki kaku atau sebaliknya sangat lemas seolah tak bertulang
  • Adanya gerakan otot berulang atau berirama pada leher, wajah, atau lengan
  • Adanya serangan mioklonik, yaitu semacam sentakan singkat dari lengan dan kaki
  • Kehilangan kendali pada kandung kemih sehingga membuat anak mengompol

Makan teratur

Dokter yang merawat Bara berpesan bahwa supaya kejang tidak muncul, kami harus memperhatikan 3 hal yaitu, tidak boleh terlambat makan, tidak boleh terlalu lelah, dan tidak boleh terlalu gembira.

Oleh sebab itu kami betul-betul menjaga pola makan Bara supaya mempunyai daya tahan tubuh lebih baik.

Baca juga: Antara Picky Eaters, Gizi Seimbang, dan Selera Makan

Cukup istirahat

Sepertinya aneh ya, anak tidak boleh terlalu lelah. Anak yang sehat, kan pasti aktif. Hal ini belum berlaku untuk Bara. Jadi kami membatasi mengajak Bara bepergian ke banyak tempat dalam satu hari. Kami usahakan bila pergi ke satu tempat, sesudahnya langsung pulang dan tidur.

Jaga emosi

Sering kan ya kita becanda bersama anak, gelut-gelutan, atau becanda. Ini pun diusahakan kalau becanda bersama Bara, tidak boleh terlalu semangat, hingga teriak-teriak.

Kenali pemicunya

Setelah membaca hasil laboratorium, dan melihat tanda-tandanya, dokter memutuskan Bara harus minum obat anti epilepsi selama dua tahun tanpa putus. Obat tersebut mengandung asam valproat yang harus diminum 2 kali sehari, selang tepat 12 jam. Oleh sebab itu Mama Bara selalu pasang alarm di jam yang sama 2 kali sehari.

Ternyata hal ini tidak mudah, ada beberapa kali setelah 6 bulan bebas kejang, akibat kekurang hati-hatian dalam mengasuh, Bara kejang. Setiap kali terjadi kejang, pengobatan harus diulang lagi dari awal, sehingga menghitung 2 tahunnya start from zero.

Hiks …

Beberapa pemicu terjadinya kejang antara lain:

  • Sakit. Sebelum tidur, kami selalu melakukan perabaan ke seluruh tubuh Bara. Bila terasa hangat, supaya yakin, tubuhnya diukur dengan pengukur suhu. Supaya aman, kami berikan penurun panas atau kompres.
  • Terlalu lelah atau overstimulasi
  • Kurang tidur. Beberapa kali kami mendapati bila Bara overstimulasi atau terlalu lelah, berakibat sulit tidur. Dengan pijat atau massage ringan, ternyata membantu agar lebih rileks sehingga tidurnya nyenyak.
  • Terpapar layar gadget terus menerus.

Nah, demikianlah tips mendampingi dan mengasuh anak dengan epilepsi.

Doakan Bara bisa melalui 2 tahun tanpa kejang ya …

Artikel ini disertakan pada WP PAS Blogger Collab dengan tema “parenting” bersama Dewi Adikara author Sahabat Blogger dan teman-teman narablog Joeragan Artikel.

sumber: https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/ciri-ciri-epilepsi/

Bandung, 20 Maret 2019

37 tanggapan pada “5 Tips Mendampingi dan Mengasuh Anak dengan Epilepsi”

  1. Semoga mas Bara semakin ceria, tidak panas kejang lagi.
    Rangkaian tes dan pengobatannya ternyata begitu berliku. Di tempat saya kadang orang tua masih tidak sebegitu detailnya menyikapi sering kejang saat demam,apalagi epilepsy. Dikira ya tidak pernah bisa disembuhkan gitu aja

  2. Pengobatan jangka panjang seperti ini memang menuntut kesabaran dan ketelatenan ya Bun. Semoga keluarga diberi kemampuan untuk terus mendampingi Bara, tumbuh sehat kuat sempurna. Amiiinn

  3. Saya belum pernah menangani anak kejang sih dan semoga enggak deh. Saya orangnya panikan soale, liat anak orang kejang aja panik apalagi anak sendiri, duh enggak ngebayangin, heu. Makasih ya bun sharingnya, bermanfaat banget untuk pengetahuan saya yang masih cetek ttg ilmu kesehatan. Semoga semua selalu Allah berikan kesehatan, Aamiin.

  4. Anak kakakku yang nomor 2, tiga-tiganya kejang. Usut punya usut keturunan dari bapaknya. Bapaknya sih nggak kejang, tapi adiknya kejang. Nah, giliran anak adiknya nggak kejang, malah anak kakak iparku yg kejang.
    Alhamdulillah anak pertama dan kedua hilang sendiri kejangnya setelah lewat masa balita. Sekarang juga tumbuh kembangnya normal. Yang gede sudah mau kuliah.
    Nah, yang anak ketiga masih suka kejang (sekarang usianya 5 tahun). Tapi kok kayaknya belum pernah tes gini-gini ya. Coba nanti aku infoin ke kakakku.

  5. Terima kasih bunda tulisannya. Ini mengingatkan aku pada teman sekolah dulu, emang beneran harus dijaga banget emosinya soalnya pernah dia happy banget malah jadi epilepsinya kambuh.

  6. Masya Allah. Perjuangan panjang ya bun. Orang tua harus benar benar fokus merawatnya ya. Semiga Bara berhasil dalam pengobatannya ya Bun.

  7. Bara umur berapa, mba? Sama seperti sulungku, di usia setahun divonis epilepsi dini dan harus minum obat tanpa putus selama 2 tahun. Alhamdulillah, kini si sulung insya Allah menginjak usia 20 tahun bulan Oktober nanti. Alhamdulillah, gak pernah kejang lagi setelahnya.

  8. Aamiin ya Allah syafahallah yah mas Bara. Mudah-mudahan ga pernah kejang-kejang lagi dan mas Bara bisa beraktivitas dengan tenang tanpa takut kejang aamiin

  9. Aamiin
    Semoga Bara bisa melalui 2 tahun tanpa kejang biar enggak minum obatnya start from zero
    Saya belum pernah menemui orang terdekat yang epilepsi Mbak Hani
    Jadi ini info baru bagi saya.
    Terima kasih sudah membagikannya:)

  10. Saya klo urusan anak sakit, rasanya sekujur tubuh saya lunglai tanpa tulang. Ga tega liatnya. Klo bisa dipindah sakit, biar saya yg sakit.
    Semoga Allah angkat semua penyakit Bara & sehat selalu. Titip peluk saya buat Bara ya Uti Hani.

  11. bunda, bagaimana cara menangani anak yg epilepsi? Misalnya nih saya melihat orang lain yang sedang terkena ayan gitu, apa yang harus saya lakukan? Soalnya pernah lihat dan malah ketakutan, hiks

    1. Dibaringkan di tempat yang nyaman, longgarkan bajunya. Dijaga supaya tidak membahayakan diri sendiri. Ditunggu sampai serangan epilepsinya reda. Gitu sih kata dokter. Baiknya dibawa ke dokter kalau sudah lebih baik, karena biasanya jadi lemas anak/orangnya.

  12. Pingback: Pertolongan Pertama pada Anak Dengan Epilepsi (ADE) - blog hani

  13. Merawat anak dg gejala mirip atau pun memang ADE, salah satu ladang amal bener buat orang tuanya. Waktu, tenaga dan materi tentu lebih dibutuhkan. Sedikit banyak saya mengalami apa yang mbak Hani alami saat mendampingi Bara. Yaitu saat Aria, anak pertama kami kena TBC yang setelah sembuh pun, daya tahan tubuhnya sangat-sangat rapuh. Semoga anak2 kita semua membaik dan sehat. Aamiin.

  14. Semangat, Mbak. Semoga Bara bisa sembuh dengan baik dan total. Epilepsi itu tidak mudah, saya pernah melihat secara langsung dan sayangnya anak itu tidak mendapat penanganan yang baik’karena keterbatasan ekonomi orang’tuanya.
    Saya lega ada obat yang bisa menyembuhkan epilepsi. Semoga ke depannya Bara bisa tumbuh sehat tanpa gangguan epilepsi. Lanjutkan pengobatan dengan sabar.

  15. Pengetahuan baru buat saya. Lengkappppp coretannya Mba Hani. Tetap semangat Baraaaaa. Semoga Mba Hani dan keluarga juga tetap semangat dan sabar menjalani step by step pengobatan buah hatinya.

  16. Owhh karena terlalu lelah ya kak, aku pernah ada kawan kerja beda lantai dan ruangan sie tiba2 jatuh gitu dan kejang ga tau mau nolong gimana . Berarti harus terus minum obat ya kak, seperti ketergantungan obat dong jadinya kalau ga minum obat.

  17. Halo adik Bara, tetap semangat ya, ingat kalau main jangan sampai terlalu capek.

    Anak pertama saya dulu pernah kejang karena demam saat usianya 2 tahunan. Sejak itu, selalu was-was kalau dia kena demam. Alhamdulillah sekarang nggak pernah lagi

  18. Ini fokusnya ke anak ya Mbak? Saya punya teman sudah dewasa, tapi masih epilepsi. Mungkin boleh juga dibuatkan artikel mengatasi epilepsi untuk penderita dewasa.

  19. Semester kemaren dapet mata kuliah psikologi kesehatan, salah satu pembahasannya mengenai epilepsi juga. Pas diskusi cukup seru juga, emang harus ekstra sih sebagai orangtua kalo mendampingi anak yang epilepsi.

  20. Kalau yang terbayang oleh saya pas baca kata “epilepsi” itu penyakit yang berhubungan dengan hidung, ternyata bukan ya. Informasi di artikel ini penting banget bagi orang tua, agar bisa mengambil tindakan yang tepat jika terjadi pada anak

  21. Semoga Bara sehat selalu ya mba. Kebayang deh harus minum obat di jam yang sama tuh seperti apa, jadi ingat anak saya pernah minum antibiotik per 8 jam. Antara kasihan karena harus bangunin dia saat tidur dgn ya demi kebaikan dia.

  22. makin banyak info yang di dapat tentang epilepsi, seringnya suka bingung perbedaan epilepsi dengan kejang demam, saya pikir keduanya sama saja. ternyata berbeda ya kak..

  23. Subhanallah, banyak juga ya ternyata penyebab epilepsi kambuh. Dan salah satunya karena paparan layar gadget. Mudah-mudahan para orang tua yang diberi ujian dengan ADE diberi kesabaran dan dijadikan sebagai penggugur dosa.

  24. wahhh informasinya penting banget, sayang saya baru baca. Tetangga saya meninggal baru-baru ini karena epilepsi. Kepalanya terbentur tembok hingga pecah saat orang rumah sedang ga ada. Sedih

  25. wah mba ini bermanfaat banget, aku baru tau singkatan ADE itu apa dan kalo epilepsi itu kejang namun tidak nampak ada gejala sakit sebelumnya ya seperti demam..Semoga Bara selalu sehat ya mba

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DMCA.com Protection Status