Lompat ke konten

Suka Duka Menjadi Editor Buku Antologi

editor buku antologi

Antologi adalah kumpulan kisah yang dirangkum menjadi sebuah buku. Terminologi antologi sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya “karangan bunga” atau “kumpulan bunga”. Awalnya buku antologi merupakan kumpulan puisi termasuk syair dan pantun yang dirangkum dalam satu volume. Dalam perkembangannya tema buku antologi lebih luas lagi menjadi kumpulan kisah fiksi, flash fiction, cerpen, kisah-kisah nonfiksi dengan tema parenting, wisata, kuliner, resep, dan lain-lain. Kumpulan kisah dalam antologi umumnya ditulis oleh beberapa orang, seringkali hingga puluhan kontributor. Oleh sebab itu diperlukan pula editor buku antologi agar kumpulan kisah lebih rapi dan enak dibaca.

Tema Buku Antologi

Tema buku antologi sangat luas, mulai dari antologi seputar tulisan nonfiksi hingga kisah-kisah fiksi. Biasanya ide menulis buku antologi karena adanya komunitas dengan passion yang sama. Tema pun disepakati bersama diantara teman-teman sekomunitas. Ada pula komunitas yang sengaja dibuat dalam rangka penulisan buku antologi ini. Misalnya sharing session oleh seorang penulis buku anak yang memberikan tutorial singkat tentang tips penulisan cerita untuk anak. Langkah selanjutnya adalah memberikan tugas-tugas kepada peserta untuk menulis cerita anak kemudian diseleksi untuk diterbitkan.

Berikut beberapa tema buku antologi yang sering diterbitkan:
Antologi parenting
Antologi kisah inspiratif
Antologi wisata
Antologi dongeng/ cerita anak
Antologi cerpen
Antologi flash fiction
Antologi fiksi
Antologi puisi

Di lingkungan akademis, menulis buku beramai-ramai (kroyokan) seperti ini juga lazim dilakukan, sering disebut sebagai bunga rampai atau kumpulan artikel. Kalau di lingkungan akademis biasanya temanya tentang satu bidang ilmu tertentu atau obyek tertentu yang diteliti bersamaan. Kemudian masing-masing kontributor menuliskannya dari sudut pandang atau kajian teori yang berbeda.

Kontributor Buku Antologi

Bagi penerbit atau orang yang mengerti tentang dunia menulis buku, untuk buku antologi disebut sebagai kontributor, bukan penulis. Ya kali, biasanya menjadi “penulis” untuk buku antologi ini tulisannya sekitar 1000 hingga 5000 kata, atau 4-12 halaman A4. Jauh berbeda dengan penulis buku solo yang harus siap menulis sekitar 80-200 halaman A4 untuk buku nonfiksi. Buku fiksi biasanya jauh lebih tebal lagi halamannya.

Penulis di buku antologi disebut kontributor, karena mereka berkontribusi menulis lalu dikumpulkan untuk diterbitkan. Buku saku atau buku populer yang umum dijual berukuran A5, yang rata-rata tebalnya 200an halaman. Bahan baku buku A5 tersebut berasal dari kumpulan tulisan yang diserahkan dalam word spasi 1.5, karakter huruf 12, sebanyak 3-4 halaman A4. Jadi kalau dihitung mundur, bahan baku A4 harus sekitar 100 halaman, kalau dibagi 3-4 halaman, maka kontributor harus ada sekitar 20 hingga 30 kontributor. Mengajak puluhan kontributor yang bersedia menulis dengan tenggat waktu tertentu, ternyata juga tidak mudah

Sedangkan untuk antologi atau buku bunga rampai di lingkungan akademisi, biasanya diberi keleluasaan penulisan sesuai dengan hasil kajian penelitian. Ibaratnya bunga rampai dari lingkungan akademis mirip proseding seminar dengan bahasa yang lebih santai dan tidak terlalu kaku. Oleh sebab itu, peserta bunga rampai di lingkungan akademisi biasanya belasan, tak sampai puluhan.

Penanggung Jawab Buku Antologi

Penanggung Jawab buku antologi sering disingkat sebagai PJ. Tugas utamanya sebagai ketua rombongan kontributor buku antologi. Artinya PJ harus mengawal agar materi terkumpul dengan rapi dari semua peserta yang sudah komitmen bergabung dan siap menulis.
Gampang-gampang susah sih menjadi PJ ini, karena seolah tinggal menagih naskah dari para kontributor. Padahal yang namanya menagih apapun, kan tidak mudah ya. Apalagi bila kontributor juga mempunyai kesibukan lain.

Langkah PJ selain menagih, mengumpulkan, dan merapikan naskah, juga harus bekerjasa sama dengan editor. Karena naskah-naskah tadi akan dibaca dan disunting oleh editor. Kalau ada revisi harus dikembalikan ke kontributor. Nah, di sini lah ruwetnya tugas PJ, karena harus teliti, mana naskah yang sudah final, mana naskah yang masih harus revisi, plus menagih kontributor yang sama sekali belum berkontribusi.
Tidak tepat waktu dan melebihi tenggat yang sudah disepakati sudah menjadi tradisi di penulisan buku antologi. Sehingga prosesnya hingga buku antologi bisa terbit, kadang ada yang mencapai hingga dua tahun.

Setelah beres proses editing dan revisi, PJ kemudian menyusunnya menjadi bab dan sub-bab standar sebuah buku, yang terdiri sebagai berikut:

Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Naskah
Biodata Penulis

Bila sudah tersusun rapi, diserahkan ke penerbit, dan akan ada proses-proses lanjutan lainnya. Antara lain, proof reading, layout, cek ilustrasi dan foto kalau ada, cek nama, serta memilih cover. Selanjutnya bekerjasama dengan editor membuat blurb dan menambahkan kalimat endorse dari satu-dua orang.

Suka Duka Editor Buku Antologi

Editor buku antologi sama saja dengan editor buku yang akan diterbitkan lainnya. Ada editor yang bernaung di bawah penerbit buku dan ada editor lepas (freelance).

Editor buku adalah orang yang ditugasi untuk mengedit atau menyunting bahasa sebuah buku sehingga menjadi lebih menarik dan disukai oleh pembaca. Editor juga harus cermat mengawal naskah agar sesuai dengan PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia).

Pada suatu kesempatan saya mengalami menjadi editor sebuah buku antologi kisah inspiratif. Ini pertama kalinya saya menjadi editor dan waktu itu saya bukan satu-satunya editor. Jadi untuk mengawal buku antologi dengan judul “Selaksa Bakti Cinta Ananda” ini saya berdua dengan teman saya, sesama alumni Sekolah Perempuan, sebuah komunitas pelatihan penulisan buku.

Berikut suka-duka selama saya menjalani menjadi editor buku antologi:

1 – Menambah Wawasan

Buku antologi ditulis oleh puluhan kontributor. Tiap kontributor mempunyai kekhasan dalam penulisan naskah. Waktu saya mengawal buku antologi “Selaksa Bakti Cinta Ananda”, temanya adalah tentang orang tua kita, boleh ayah-ibu, ayah atau ibu saja. Kisah-kisah tentang orang tua selalu mengharukan dan penuh teladan. Akibatnya saya menjadi banyak belajar dan memahami melalui kisah teman-teman saya.

2 – Harus Teliti

Sebagai editor akan mencari salah ketik, ejaan, kata tak baku, kalimat yang rumpang dan sebagainya. Karena ini pertama kalinya saya menjadi editor, maka kamus digital KBBI dan PUEBI rapi nangkring di laptop. Sehingga saya bisa mencek naskah teman-teman sambil membuka buku panduan.
Untuk memudahkan, ada baiknya disepakati di awal, apakah naskah boleh ditambah kalimat dialog atau tidak. Kalimat dialog bisa menambah warna sebuah kisah inspiratif. Tetapi bila terlalu banyak akan mengganggu jalan cerita. Apalagi buku antologi biasanya per kontributor dibatasi jumlah halamannya.

3 – Sabar

Menjadi editor itu harus sabar, apalagi menghadapi karakter kontributor yang baru pertama kali menulis kisah 1000 kata. Ada yang penulisannya terlalu panjang kalimatnya dalam satu paragraf. Ada yang melenceng dari tema. Ada pula yang profil diri satu halaman sendiri, sehingga naskah yang disertakan menjadi kurang greget karena terlalu pendek.
Pengalaman lain adalah, naskah yang harusnya diedit oleh kontributor, sangat lama pengerjaanya sehingga mengganggu tenggat waktu naskah keseluruhan.

4 – Kooperatif

Editor buku antologi harus bekerjasama dengan PJ selalu ketua tim yang menagih naskah. Kendala teknis menandai naskah juga bisa menjadi masalah tersendiri. Harus jelas mana naskah yang sudah diedit, direvisi, dan di approved oleh editor. Filing yang rapi perlu dilakukan semua pihak. Adakalanya di tengah jalan penyusunan buku antologi, terjadi penggantian PJ atau editor karena berbagai sebab. Kalau sudah begini, kan, harus ada serah terima naskah dengan baik, sebagai tanggungjawab kepada kontributor yang telah setor naskah.

Kesimpulan

Buku antologi bagi beberapa orang menjadi batu loncatan untuk menjadi penulis buku solo, baik buku fiksi maupun buku nonfiksi. Walaupun harusnya di cover penulisan nama kontributor hanya satu orang yang mewakili. Tak sedikit buku antologi yang menuliskan puluhan nama kontributor di sampul depan. Lika-liku sejak dari ide di masing-masing kepala dan melalui berbagai tahap hingga buku terbit menjadi kebanggaan tersendiri bagi kontributor, bila nama diri terpampang di sana.

Bandung, 17 Juni 2020

11 tanggapan pada “Suka Duka Menjadi Editor Buku Antologi”

    1. Hai teh Renita. Iya, menambah wawasan banget, walaupun mata pedes juga sih…wkwkwk… Kadang ada jengkelnya ketemu yg tipo-tipo…Makasih yaaa sudah mampir…

  1. Aku baru jadi kontributor antologi, belum punya buku solo, Mbak Hani…
    Itupun aku sudah bangga sekali hihi
    Keder duluan bayangin buku solo yang paling tidak mesti nulis 80 halaman lebih..hiks
    Padahal kalau diniati pasti bisa ya
    Oh ya, PJ dan editor tugasnya penting ya dalam proyek antologi, berat tanggungjawabnya.
    Seperti antologi terakhirku yang mengecewakan…salah ketiknya banyak, nama penulis ketuker-tuker dengan naskahnya…sampai sudah kadung pesan beberapa bukunya aku ga jual, dikasih aja..karena ambyar hasilnya. Duh!

  2. wah masyallaah keren bun. saya dari dulu suka pusing kalau disuruh jadi editor wkwkw. makanya kalau jadi PJ Antologi suka saya share di grup dan ramai-ramai yang krisan. biar ada yang bantu haha. tapi emang bener jadi editor tuh harus teliti, kalau ada yang ragu lgs otw buka KBBI web hehe

  3. Sulit juga yah jadi editor, saya tak sanggup mbak. Bisa berlinang air mata

    Kalau PJ saya sudah pernah untuk sebuah proyek buku ensiklopedi, repot juga sih. Dan dari sana kita tahu karakter setiap kontributornya.
    Ada yang sigap ada juga yang lambat. Begitulah..

  4. Pingback: √ Benarkah Menulis Buku Antologi itu Mudah? Kenali 5 Langkah Berikut Ini - Hani Widiatmoko

  5. Pingback: √Benarkah Menulis Buku Antologi itu Mudah? Kenali 5 Langkah Berikut Ini | Hani Widiatmoko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DMCA.com Protection Status